4 hari kurung kekasih suami
Oleh Mohd Firdaus Ibrahim, Muhaamad Hafis Nawawi dan Anas Hassan
Tetiba saya terasa nak berkongsi artikel nie bersama anda semua. Dalam kita mengejar duniawi jangan pulak kita lupa sifat insani. Moga bekalan dunia dan akhirat berada dalam imbangan yang betul.
am@hmetro.com.my GOMBAK: Tangannya digari, kepalanya dibotakkan manakala sebatang gigi depan dicabut dengan playar ketika dikurung selama empat hari di sebuah rumah. Itu nasib seorang wanita berusia 31 tahun yang diculik isteri kekasihnya yang berang dengan tindakan mangsa menjalin hubungan sulit dengan suaminya.
Sumber polis berkata, sepanjang dijadikan tahanan, mangsa didera dan tidak diberikan makanan, malah suspek meminta wang tebusan daripada suaminya atau mangsa akan dibunuh.
Dari Abî Hurairah –radhiyallâhu ‘anhu- ia berkata:
“Rasulullâh – shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda: ‘Siapa menipu dan merusak (hubungan) seorang hamba sahaya dari tuannya, maka ia bukanlah bagian dari kami, dan siapa yang merusak (hubungan) seorang wanita dari suaminya, maka ia bukanlah dari kami’”. [Hadîts shahîh diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazzâr, Ibn Hibbân, Al-Nasâ-î dalam al-Kubrâ dan Al-Baihaqî].
Teks Hadîts
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: (( مَنْ خَبَّبَ عَبْدًا عَلَى أَهْلِهِ فَلَيْسَ مِنَّا، وَمَنْ أَفْسَدَ اِمْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا )) [حديث صحيح رواه أحمد والبزار وابن حبان والنسائي في الكبرى والبيهقي]
Takhrîj Hadîts
Hadîts ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad [juz 2, hal. 397], Al-Bazzâr [lihat Mawârid al-Zham'ân juz 1, hal. 320], Ibn Hibbân dalam shahîh [juz 12, hal. 370], Al-Nasâ-î dalam Al-Sunan al-Kubrâ [juz 5, hal. 385], dan Al-Baihaqî dalam Al-Sunan al-Kubrâ [juz 8, hal. 13], juga dalam Syu’abu al-Îmân [juz 4, hal. 366, juz 7, hal. 496]. Syekh Nâshir al-Dîn al-Albânî menilai hadîts ini sebagai hadîts shahîh [Silsilah al-Ahâdîts al-Shahîhah hadîts no. 325].
Ada berbagai bentuk dan cara seseorang merosakkan hubungan diantara suami isteri, di antaranya adalah:
1. Berdoa dan memohon kepada Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- agar hubungan seorang wanita dengan
suaminya menjadi rosak dan terjadi perceraian di antara keduanya.
2. Bersikap baik, bertutur kata manis dan melakukan berbagai macam tindakan yang secara lahiriah baik,
akan tetapi, menyimpan maksud merosak hubungan seorang wanita dengan suaminya (atau
sebaliknya). Perlu kita ketahui terkadang sihir itu berupa tutur kata yang memiliki kemampuan
“menghipnotis” lawan bicaranya.
Rasulullâh –shallallâhu ‘alahi wa sallam- bersabda:
“Sesungguhnya sebagian dari sebuah penjelasan atau tutur kata itu adalah benar-benar sihir”.
(H.R. Bukhârî dalam al-Adab al-Mufrad, Abû Dâwud dan Ibn Mâjah. Syekh Albânî menilai hadîts ini
sebagai hadîts hasan [silsilah al-ahâdîts al-shahîhah, hadîts no. 1731]).
3. Memasukkan bisikan, kosa kata yang bersifat menipu dan memicu, serta memprovokasi seorang
wanita agar berpisah dari suaminya (atau sebaliknya), dengan niat akan dinikahi olehnya atau oleh
orang lain. Perbuatan seperti ini adalah perbuatan tukang sihir dan perbuatan syaitan (Q.S. Al-
Baqarah: 102).
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Sesungguhnya Iblis menempatkan singgasananya di atas air, lalu menyebar anak buahnya ke berbagai
penjuru, yang paling dekat dengan sang Iblis adalah yang kemampuan fitnahnya paling hebat di antara
mereka, salah seorang dari anak buah itu datang kepadanya dan melapor bahawa dirinya telah berbuat
begini dan begitu, maka sang Iblis berkata: ‘kamu belum berbuat sesuatu’, lalu seorang anak buah
lainnya datang dan melapor bahwa dia telah berbuat begini dan begitu sehingga mampu memisahkan
antara seorang suami dari istrinya, maka sang Iblis menjadikan sang anak buah ini sebagai orang yang
dekat dengannya, dan Iblis berkata: ‘tindakanmu sangat bagus sekali’, lalu mendekapnya”. (H.R.
Muslim [5032]).
4. Meminta, atau menekan secara terus terang agar seseorang wanita meminta cerai dari suaminya atau
agar seorang suami menceraikan isterinya dengan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at.
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Tidak halal bagi seorang wanita meminta (kepada suaminya) agar sang suami mencerai wanita lain
(yang menjadi isterinya) dengan maksud agar sang wanita ini memonopoli ‘piringnya’, sesungguhnya
hak dia adalah apa yang telah ditetapkan untuknya”. (Hadîts muttafaq ‘alaih).
Bentuk-bentuk seperti ini sangat tercela, dan termasuk dosa besar jika dilakukan oleh seseorang kepada seorang wanita yang menjadi isteri orang lain, atau kepada seorang lelaki yang menjadi suami orang lain.
Dan hal ini semakin tercela lagi jika dilakukan oleh seseorang yang mendapatkan amanah atau kepercayaan untuk mengurus seorang wanita yang suaminya sedang pergi atau sakit dan semacamnya. Sama halnya jika dilakukan oleh seorang wanita yang mendapatkan amanah atau kepercayaan untuk mengurus keluarga seorang lelaki yang isterinya sedang pergi atau sakit dan semacamnya.
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Keharaman wanita (isteri yang ditinggal pergi oleh) orang-orang yang berjihad bagi orang-orang yang tidak pergi berjihad (yang mengurus keluarga mujahid) adalah seperti keharaman ibu-ibu mereka, dan tidak ada seorang lelaki pun dari orang-orang yang tidak pergi berjihad yang mengurus keluarga orang-orang yang pergi berjihad, lalu berkhianat kepada orang-orang yang pergi berjihad, kecuali sang pengkhianat ini akan dihentikan (dan tidak diizinkan menuju surga) pada hari kiamat, sehingga yang dikhianati mengambil kebaikan yang berkhianat sesuka dan semaunya”. (H.R. Muslim [3515]).
Moga kita mendapat iktibar dan pengajaran dari peristiwa yang telah berlaku pada insan ini.
Oleh Mohd Firdaus Ibrahim, Muhaamad Hafis Nawawi dan Anas Hassan
Tetiba saya terasa nak berkongsi artikel nie bersama anda semua. Dalam kita mengejar duniawi jangan pulak kita lupa sifat insani. Moga bekalan dunia dan akhirat berada dalam imbangan yang betul.
am@hmetro.com.my GOMBAK: Tangannya digari, kepalanya dibotakkan manakala sebatang gigi depan dicabut dengan playar ketika dikurung selama empat hari di sebuah rumah. Itu nasib seorang wanita berusia 31 tahun yang diculik isteri kekasihnya yang berang dengan tindakan mangsa menjalin hubungan sulit dengan suaminya.
Sumber polis berkata, sepanjang dijadikan tahanan, mangsa didera dan tidak diberikan makanan, malah suspek meminta wang tebusan daripada suaminya atau mangsa akan dibunuh.
Dari Abî Hurairah –radhiyallâhu ‘anhu- ia berkata:
“Rasulullâh – shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda: ‘Siapa menipu dan merusak (hubungan) seorang hamba sahaya dari tuannya, maka ia bukanlah bagian dari kami, dan siapa yang merusak (hubungan) seorang wanita dari suaminya, maka ia bukanlah dari kami’”. [Hadîts shahîh diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazzâr, Ibn Hibbân, Al-Nasâ-î dalam al-Kubrâ dan Al-Baihaqî].
Teks Hadîts
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam – bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: (( مَنْ خَبَّبَ عَبْدًا عَلَى أَهْلِهِ فَلَيْسَ مِنَّا، وَمَنْ أَفْسَدَ اِمْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا )) [حديث صحيح رواه أحمد والبزار وابن حبان والنسائي في الكبرى والبيهقي]
Takhrîj Hadîts
Hadîts ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad [juz 2, hal. 397], Al-Bazzâr [lihat Mawârid al-Zham'ân juz 1, hal. 320], Ibn Hibbân dalam shahîh [juz 12, hal. 370], Al-Nasâ-î dalam Al-Sunan al-Kubrâ [juz 5, hal. 385], dan Al-Baihaqî dalam Al-Sunan al-Kubrâ [juz 8, hal. 13], juga dalam Syu’abu al-Îmân [juz 4, hal. 366, juz 7, hal. 496]. Syekh Nâshir al-Dîn al-Albânî menilai hadîts ini sebagai hadîts shahîh [Silsilah al-Ahâdîts al-Shahîhah hadîts no. 325].
Ada berbagai bentuk dan cara seseorang merosakkan hubungan diantara suami isteri, di antaranya adalah:
1. Berdoa dan memohon kepada Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- agar hubungan seorang wanita dengan
suaminya menjadi rosak dan terjadi perceraian di antara keduanya.
2. Bersikap baik, bertutur kata manis dan melakukan berbagai macam tindakan yang secara lahiriah baik,
akan tetapi, menyimpan maksud merosak hubungan seorang wanita dengan suaminya (atau
sebaliknya). Perlu kita ketahui terkadang sihir itu berupa tutur kata yang memiliki kemampuan
“menghipnotis” lawan bicaranya.
Rasulullâh –shallallâhu ‘alahi wa sallam- bersabda:
“Sesungguhnya sebagian dari sebuah penjelasan atau tutur kata itu adalah benar-benar sihir”.
(H.R. Bukhârî dalam al-Adab al-Mufrad, Abû Dâwud dan Ibn Mâjah. Syekh Albânî menilai hadîts ini
sebagai hadîts hasan [silsilah al-ahâdîts al-shahîhah, hadîts no. 1731]).
3. Memasukkan bisikan, kosa kata yang bersifat menipu dan memicu, serta memprovokasi seorang
wanita agar berpisah dari suaminya (atau sebaliknya), dengan niat akan dinikahi olehnya atau oleh
orang lain. Perbuatan seperti ini adalah perbuatan tukang sihir dan perbuatan syaitan (Q.S. Al-
Baqarah: 102).
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Sesungguhnya Iblis menempatkan singgasananya di atas air, lalu menyebar anak buahnya ke berbagai
penjuru, yang paling dekat dengan sang Iblis adalah yang kemampuan fitnahnya paling hebat di antara
mereka, salah seorang dari anak buah itu datang kepadanya dan melapor bahawa dirinya telah berbuat
begini dan begitu, maka sang Iblis berkata: ‘kamu belum berbuat sesuatu’, lalu seorang anak buah
lainnya datang dan melapor bahwa dia telah berbuat begini dan begitu sehingga mampu memisahkan
antara seorang suami dari istrinya, maka sang Iblis menjadikan sang anak buah ini sebagai orang yang
dekat dengannya, dan Iblis berkata: ‘tindakanmu sangat bagus sekali’, lalu mendekapnya”. (H.R.
Muslim [5032]).
4. Meminta, atau menekan secara terus terang agar seseorang wanita meminta cerai dari suaminya atau
agar seorang suami menceraikan isterinya dengan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at.
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Tidak halal bagi seorang wanita meminta (kepada suaminya) agar sang suami mencerai wanita lain
(yang menjadi isterinya) dengan maksud agar sang wanita ini memonopoli ‘piringnya’, sesungguhnya
hak dia adalah apa yang telah ditetapkan untuknya”. (Hadîts muttafaq ‘alaih).
Bentuk-bentuk seperti ini sangat tercela, dan termasuk dosa besar jika dilakukan oleh seseorang kepada seorang wanita yang menjadi isteri orang lain, atau kepada seorang lelaki yang menjadi suami orang lain.
Dan hal ini semakin tercela lagi jika dilakukan oleh seseorang yang mendapatkan amanah atau kepercayaan untuk mengurus seorang wanita yang suaminya sedang pergi atau sakit dan semacamnya. Sama halnya jika dilakukan oleh seorang wanita yang mendapatkan amanah atau kepercayaan untuk mengurus keluarga seorang lelaki yang isterinya sedang pergi atau sakit dan semacamnya.
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Keharaman wanita (isteri yang ditinggal pergi oleh) orang-orang yang berjihad bagi orang-orang yang tidak pergi berjihad (yang mengurus keluarga mujahid) adalah seperti keharaman ibu-ibu mereka, dan tidak ada seorang lelaki pun dari orang-orang yang tidak pergi berjihad yang mengurus keluarga orang-orang yang pergi berjihad, lalu berkhianat kepada orang-orang yang pergi berjihad, kecuali sang pengkhianat ini akan dihentikan (dan tidak diizinkan menuju surga) pada hari kiamat, sehingga yang dikhianati mengambil kebaikan yang berkhianat sesuka dan semaunya”. (H.R. Muslim [3515]).
Moga kita mendapat iktibar dan pengajaran dari peristiwa yang telah berlaku pada insan ini.
Comments
Post a Comment